Minggu, 15 Mei 2011

HIDROSEFALUS

A. PENGERTIAN
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ruang tempat mengalirnya CSS.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ruangan CSS terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri atas sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang terbentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan araknoid yang meliputi susunan saraf pusat (CSS). Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subaraknoid melalui foramen Magendie di Median dan Foramen Luscha disebelah lateral ventrikel IV.

C. ETIOLOGI
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah



2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

D. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.

E. GEJALA KLINIS
1. Bayi:
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala :
a) Kepala makin membesar
b) Veba-vena kepala prominen
c) Ubun-ubun melebar dan tegang
d) Sutura melebar
e) “Cracked-pot sign”, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah semangka pada perkusi kepala
f) Perkembangan motorik terlambat
g) Perkembangan mental terlambat
h) Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
i) “Cerebral cry”, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
j) Nistagmus horisontal
k) “Sunset phenomena”, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam.
2. Anak:
Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial:
a) Muntah proyektil
b) Nyeri kepala
c) Kejang
d) Kesadaran menurun
e) Papiledema

F. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan fisik:
a) Pengukuran lingkaran kepala secara berkala.
b) Transiluminasi
2. Pemeriksaan darah:
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
4. Pemeriksaan radiologi:
a) X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
b) USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
c) CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Bayi sehat
2. Ciri keluarga (“familial feature”)
3. Megaensefali
4. Hidranensefali
5. Tumor otak
6. Cairan subdural (”subdural effusion”)

H. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS.
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.

kelainan pada bayi


FIMOSIS

A.    PENGERTIAN
Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan menyebabkan bayi / anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu suka sehingga kulit prepusium menggelembung seperti balon.  Bayi / anak sering menangis sebelum urine keluar.
Contoh gambar fimosis
http://flashcutter.files.wordpress.com/2008/06/wwwsitiosaludcom.jpg
B.     ETIOLOGI
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

C.     TANDA DAN GEJALA
1.      Kulit penis anak tidak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan.
2.      Anak mengejan saat buang air kecil karena muara saluran kencing diujung tertutup. Biasanya ia menangis dan pada ujung penisnya tampak menggembung.
3.      Air seni yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang tidak dapat diduga.
4.      Kalau sampai timbul infeksi, maka si anak akan mengangis setiap buang air kecil  dan dapat pula disertai demam.
5.      Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai miksi yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.
6.      Iritasi pada penis

D. KOMPIKASI

1.         Ketidaknyamanan / nyeri saat berkemih.

2.         Akumulasi sekret dan smegma di bawah prepusium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.

3.         Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.

4.         Penarikan prepusium secara paksadapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.

5.         Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut balinitis.

6.         Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan kerusakan pada ginjal.

7.         Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker penis.

E.   PENATALAKSANAAN

Ada tiga cara untuk mengatasi fimosis yaitu:
1.      Sunat
Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan masalah fimosis secara permanen. Rekomendasi ini diberikan terutama bila fimosis menimbulkan kesulitan buang air kecil atau peradangan di kepala penis (balanitis). Sunat dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun lokal.
2.      Obat
Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang meningkatkan elastisitas kulup. Pemberian salep ini harus dilakukan secara teratur dalam jangka waktu tertentu agar efektif.
  1. Peregangan
Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap kulup yang dilakukan setelah mandi air hangat selama lima sampai sepuluh menit setiap hari. Peregangan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari luka yang menyebabkan pembentukan parut.